Friday, May 2, 2008

32 jt tiap bulannya dari kebun sawit miliknya seluas 16 hektar di Sorek Riau


Ini kisah nyata….. Pak mus sekarang sudah bisa bernafas lega, karena keputusannya dulu meninggalkan perusahaan tempat dia bekerja sudah yakin 100% tidak salah lagi. Sewaktu Pak Mus datang dari Medan, yang dia tuju hanyalah ingin mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan produsen pulp dan kertas di Riau. 3 tahun bekerja di perusahaan tersebut sebagai mekanik tidak memberikan kecukupan bagi dia dan keluarganya secara financial. Dengan modal sekitar 12 juta tahun 1999, dia memberanikan diri untuk membeli tanah di sekitar Sorek. Waktu itu dengan uang 10 juta dia mendapatkan 16 hektar tanah dan 2 juta sisanya dia pergunakan untuk membiayai pembersihan lahan, yang waktu itu hanya sanggup untuk membersihkan setengahnya saja. Dengan membeli kecambah sendiri langsung dari PPKS Medan, dia lalu membuat pembibitan sendiri di belakang rumahnya. Dengan biaya seadanya dia berhasil menanam hanya 6 hektar pada akhir tahun 2000. Tahun 2003 dia mengajukan pengunduran diri dari perusahaan tempat dia bekerja begitu melihat tanamannya sudah mulau berbuah pasir. Dengan pesangon yang dia dapat dia berhasil menuntaskan penanaman sisa lahan yang belum tertanam. Sehingga kini tanaman sawit miliknya terdiri atas 6 hektar beumur 8 tahun, dan 10 hektar berumur 5 tahun. Kini dari lahannya seluas 16 hektar tersebut dia memperoleh 19 ton TBS saban bulannya. Dengan harga Rp.1.700/kg dia memperoleh Rp.32.300.000.
Untuk mengelola kebunnya dia menempatkan satu keluarga di kebunnya dengan upah Rp.1.500.000; per bulan, plus beras 20 kg, telur 1 papan. Pak Mus sendiri memilih tinggal di Kerinci dengan rumah dan mobil hasil kebun selama 8 tahun.

Investasi di kebun sawit, setiap 2 hektarnya menghasilkan 4,5 jt per bulan




Bagi anda yang sudah mengenal agrobisnis sawit, tentu tidak pelu mempertanyakan kebenaran cerita ini. Tetapi untuk membuka wawasan bagi anda yang masih buta dalam hal berkebun sawit, dengan senang hati saya buatkan perhitungannya berdasarkan kenyataan di lapangan. Tentu bagi anda yang gemar membaca bisa membandingkannya dengan teori yang banyak terdapat di buku-buku tentang sawit.
Berikut perhitungannya:

Kondisi tanaman: terurus dengan baik, dan umur tanam 6 tahun:
Dalam 1 hektar terdapat tanaman sebanyak 136 batang pokok sawit.
Dengan rotasi panen 1 minggu sekali, diperoleh setengahnya atau 68 batang dengan rata-rata jumlah TBS (tandan buah segar) per pokok 1 tandan.
Berat TBS sekitar 10Kg. Atau dalam 1 hektarnya diperoleh: 68 btg x 1TBS x 10 = 680kg
Untuk 2 hektar, hasil tersebut dikalikan dengan 4 sehingga diperoleh 2720 Kg.
Dengan harga TBS sekarang mencapai hingga Rp.1.700/Kg, maka penghasilan sebesar 4,5 jt per bulan sudah ditangan.

Eeiit… tunggu dulu, kan masih ada biaya operasional??? Mestinya kan dikurangkan dulu… Ya memang benar. Biasanya para petani transmigrasi di Riau mengelola sendiri kebunnya, apalagi bila memiliki 2 hektar saja. Para petani hanya perlu mengeluarkan biaya pupuk dan herbisida sekitar Rp.500.000;/bulan per 2 hektar, sehingga penghasilan bersih sekitar 4 juta rupiah.

Perhitungan ini berlaku untuk setiap kelipatannya. Biasanya luas kebun dihitung dalam satuan kapling, dimana dalam 1 kapling terdapat 2 hektar. Maka bila memiliki 1 kapling pendapatan 4 juta bersih per bulan sudah ditangan. Bila luas kebunnya 2 kapling, maka potensi pendapatan adalah 8 juta per bulan, dst. Tentunya semakin besar luas kebunnya memerlukan karyawan untuk pengurusan kebun, untuk itu perlu diperhitungkan biaya untuk karyawan. Untuk efisiennya, dalam 5 kapling terdapat 1 keluarga untuk mengurus kebun tersebut yang upahnya bisa dirundingkan. Upah untuk pengurus kebun yang berlaku sekarang ini di Riau mulai sekitar Rp. 1,5 jt per bulannya.

Nah gimana? Tertarik investasi di kebun sawit ini? Bagaimana bila anda punya 10 kapling? Potensi pendapatan anda bisa mencapai 50jt per bulannya. Dengan nilai investasi sekarang ini yang bervariasi mulai harga 50jt / hektarnya, anda bias menghitung sendiri berapa BEPnya bukan?

Thursday, May 1, 2008

Investasi Sawit


Propinsi Riau adalah salah satu daerah yang pertumbuhan luas kebun sawit yang terbesar di Indonesia. Sejauh mata memandang, kita hanya bisa melihat hamparan kebun sawit yang menghijau. Kebun sawit disini dikelola mulai dari skala rumah tangga dengan luasan sekitar 2 hektar hingga perusahaan raksasa yang mengelola hingga ratus ribuan hektar. Pokoknya kita tidak tahu siapa saja yang berkebun disini, dan berapa hektar luasan masing-masing pemilik. Parap pemilik kebun mulai penduduk asli setempat, pendatang dari luar propinsi , dan bahkan dari luar negeri.
Hingga saat ini, pembukaan lahan-lahan baru masih terus berlanjut. Sementara lahan-lahan yang sudah lama ditanami banyak terjadi pergantian kepemilikan alias diperjual belikan sesuai dengan kebutuhan para pemiliknya. Melihat seringnya terjadi jual beli dari pemilik yang satu ke lainnya, mengundang pendatang yang berkantung tebal dari luar daerah untuk berinvestasi di kelapa sawit di Riau. Yang paling sering terjadi, pemilik lahan ingin menjual kebunnya tetapi tidak ketemu dengan calon pembeli yang serius. Disisi lain, pemilik dana ingin mencari lahan , tetapi tidak ketemu dengan penjual.
Untuk menjembatani hal tersebut, saya ingin memberikan informasi mengenai kebun sawit yang dijual, sekalian memberikan data-data awal yang bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk berinvestasi di lahan sawit ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua.